Berita

Politisi Desak Pemerintah Potong Anggaran Pendidikan Kedinasan?

Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, menyoroti ketimpangan anggaran pendidikan di Indonesia. Ia mendesak pemerintah untuk memangkas dana pendidikan kedinasan yang dinilai tidak efektif dan merugikan. Anggaran yang besar justru dinikmati sedikit orang, sementara pendidikan formal kekurangan dana.

Menurut Mekeng, anggaran pendidikan kedinasan mencapai Rp 104,5 triliun per tahun, mencakup 39% dari total anggaran pendidikan APBN. Namun, hanya 13.000 orang yang diuntungkan.

Anggaran Pendidikan yang Tidak Merata

Sebaliknya, pendidikan formal dari tingkat dasar hingga tinggi hanya mendapat Rp 91,2 triliun (22% dari APBN), namun menjangkau 62 juta siswa. Ini menunjukkan ketidakadilan dalam alokasi anggaran pendidikan.

Mekeng mencontohkan, pendidikan dasar dan menengah mendapat Rp 33,5 triliun, sedangkan pendidikan tinggi Rp 57,7 triliun. Totalnya Rp 91,2 triliun untuk 62 juta siswa, jauh berbeda dengan anggaran pendidikan kedinasan yang hanya untuk 13.000 orang.

Meskipun anggaran pendidikan nasional terus meningkat, dari Rp 542,82 triliun pada 2020 menjadi Rp 724,2 triliun pada 2025, manfaatnya belum dirasakan seluruh rakyat.

Kesenjangan Akses Pendidikan di Daerah Terpencil

Banyak anak di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (3T) masih kekurangan akses pendidikan layak. Ketimpangan mutu pendidikan antar daerah, kelompok sosial, dan jenis pendidikan masih sangat besar.

Sarana dan prasarana pendidikan juga belum merata. Masih banyak sekolah rusak, ruang kelas tidak layak, dan fasilitas terbatas. Guru di daerah terpencil sering mengalami keterlambatan gaji, kurang pelatihan, dan ketidakpastian status kerja.

Kesejahteraan dan kapasitas guru merupakan kunci pendidikan berkualitas. Jika guru diabaikan, pemerataan dan kualitas pendidikan sulit dicapai.

Usulan Tinjau Ulang Proporsi Anggaran Pendidikan

Mekeng meminta peninjauan ulang proporsi anggaran pendidikan yang timpang. Anggaran pendidikan kedinasan harus dikurangi, sedangkan anggaran pendidikan formal ditingkatkan.

Ia juga mendorong pemerataan pembangunan sarana pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru, dan penguatan kapasitas guru. Mekeng mengusulkan agar Kementerian Keuangan memberikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pendidikan kepada Komisi XI.

Dengan demikian, dana pendidikan dapat disalurkan secara tepat sasaran ke daerah-daerah yang membutuhkan. Penggunaan DAK penugasan untuk pendidikan diharapkan mampu meningkatkan pengawasan dan penyaluran dana secara transparan dan akuntabel.

Ia berharap dengan adanya penyesuaian anggaran ini, Indonesia dapat mencapai visi Indonesia emas pada tahun 2035-2045, bukannya Indonesia cemas karena ketimpangan pendidikan.

Permintaan pengurangan anggaran pendidikan kedinasan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2022, Pasal 80 Ayat 2, yang menyatakan bahwa anggaran pendidikan kedinasan tidak boleh menggunakan anggaran pendidikan dari APBN, melainkan anggaran yang dialokasikan oleh kementerian/lembaga terkait.

Bonus demografi yang akan segera dihadapi Indonesia, dengan mayoritas penduduk usia produktif, menuntut pemerataan akses pendidikan yang berkualitas dan adil. Hal ini penting agar bonus demografi menjadi peluang, bukan bencana.

Kesimpulannya, permasalahan ketimpangan anggaran pendidikan di Indonesia mendesak untuk segera ditangani. Dengan penyesuaian alokasi anggaran dan peningkatan kualitas pendidikan di daerah terpencil, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi secara optimal dan mewujudkan cita-cita Indonesia emas.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button