Berita

Pensiunan TNI AD Dipenjara, Kasus Kredit Fiktif Bank BUMN

Pelda Dwi Singgih Hartono, pensiunan TNI Angkatan Darat, divonis 9 tahun penjara. Vonis ini terkait kasus korupsi kredit fiktif yang merugikan negara hingga Rp 57 miliar. Kasus ini melibatkan pemalsuan 214 dokumen debitur di Bank BUMN Cabang Menteng Kecil, Jakarta Pusat.

Selain hukuman penjara, Dwi juga dikenakan denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan penjara. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 49.022.049.042. Kegagalan membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap akan berujung pada penyitaan harta bendanya.

Kasus Kredit Fiktif di Bank BUMN Cabang Menteng Kecil

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Dwi terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ia terbukti melakukan tindakan korupsi bersama sejumlah pegawai Bank BRI Cabang Menteng Kecil.

Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa membacakan vonis pada Rabu, 18 Juni 2025. Putusan ini mengakhiri proses persidangan yang telah berlangsung.

Keterlibatan di Cabang Lain dan Vonis Terhadap Pegawai Bank

Tidak hanya di Cabang Menteng Kecil, Dwi juga dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi kredit fiktif di Bank BUMN Cabang Cut Mutiah. Di cabang ini, ia terbukti mengajukan puluhan kredit fiktif dengan identitas palsu atas nama anggota TNI AD.

Di kasus Cabang Cut Mutiah, Dwi divonis 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan, dan wajib membayar uang pengganti Rp 5.569.640.217. Kegagalan membayar uang pengganti akan berakibat pada penyitaan harta bendanya.

Selain Dwi, beberapa pegawai Bank BUMN juga divonis bersalah. Nadia Sukmaria, karyawan Bank BUMN Cabang Menteng Kecil periode 2019-2023, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.

Heru Susanto (Kepala Cabang Menteng Kecil 2022-2023) dan Rudi Hotma (Kepala Cabang Menteng Kecil 2019-2022) masing-masing divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.

Dua pegawai Bank BUMN Cabang Cut Mutiah, Oki Harrie Purwoko dan seorang Relationship Manager lainnya, juga divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.

Implikasi dan Analisis Kasus

Kasus ini menunjukkan betapa rentannya sistem perbankan terhadap praktik korupsi, terutama jika melibatkan oknum internal yang bekerja sama dengan pihak eksternal. Kerugian negara yang sangat besar menjadi bukti nyata dampak negatif dari kejahatan ini.

Proses hukum yang telah berjalan memberikan gambaran tentang penegakan hukum terhadap kasus korupsi di Indonesia. Namun, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal perbankan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.

Besarnya kerugian negara dan hukuman yang dijatuhkan menunjukkan keseriusan kasus ini. Langkah-langkah preventif dan detektif yang lebih efektif dibutuhkan untuk menjaga integritas sistem perbankan dan melindungi aset negara.

Kasus ini juga menjadi peringatan bagi seluruh pihak untuk senantiasa menjaga integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Transparansi dan good governance menjadi kunci penting dalam mencegah terjadinya korupsi.

Pentingnya pengawasan yang ketat dan mekanisme pelaporan yang mudah diakses bagi masyarakat menjadi fokus perhatian setelah terungkapnya kasus ini. Hal ini diharapkan mampu mencegah terjadinya korupsi serupa di masa mendatang.

Secara keseluruhan, putusan pengadilan ini memberikan penegasan atas komitmen penegakan hukum terhadap korupsi, sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menjaga integritas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Kejahatan korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button