Berita

Pakar Kritik Intervensi AS: PBB Harus Evaluasi Peran di Timur Tengah

Pengamat Timur Tengah Faisal Assegaf mengecam keras keterlibatan militer Amerika Serikat dalam konflik terkini antara Israel dan Iran. Ia menilai tindakan AS tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional yang berulang dan merupakan kesalahan fatal yang serupa dengan invasi Irak tahun 2003. Pernyataan Assegaf ini disampaikan dalam wawancara bersama aktivis dan pengacara Abraham Samad, dan menimbulkan pertanyaan serius tentang peran AS dalam konflik global.

Kritik pedas Assegaf terhadap AS didasari oleh beberapa poin penting. Ia menyoroti minimnya transparansi dan legitimasi tindakan militer tersebut. Serangan yang dilakukan tanpa mandat dari Kongres AS maupun Dewan Keamanan PBB menunjukkan kurangnya akuntabilitas internasional.

Kesalahan Berulang AS dalam Intervensi Militer

Faisal Assegaf menyamakan intervensi AS di Iran dengan invasi Irak tahun 2003. Kedua peristiwa tersebut, menurutnya, didasari premis yang terbukti salah, yaitu keberadaan senjata pemusnah massal. Klaim tersebut, yang digunakan untuk membenarkan invasi Irak, ternyata tidak terbukti hingga saat ini.

Ia juga menekankan penolakan publik AS terhadap keterlibatan militer di Iran. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar warga Amerika menentang intervensi tersebut, termasuk beberapa anggota Partai Republik. Hal ini menunjukkan adanya jurang pemisah yang signifikan antara kebijakan luar negeri AS dan keinginan rakyatnya.

Pelanggaran Hukum Internasional dan Peran PBB yang Lemah

Assegaf berpendapat bahwa serangan AS terhadap Iran, dan juga invasi Rusia ke Ukraina, serta serangan Israel ke Gaza, merupakan bukti nyata lemahnya hukum internasional. Negara-negara adidaya dengan hak veto di Dewan Keamanan PBB seringkali mengabaikan hukum internasional demi kepentingan nasionalnya.

Sistem PBB, dengan mekanisme hak veto, dinilai gagal mencegah konflik dan melindungi negara-negara lemah. Ketidakmampuan Dewan Keamanan untuk menjatuhkan sanksi terhadap negara-negara yang melanggar hukum internasional semakin mempertegas kelemahan sistem tersebut.

Reformasi PBB: Sebuah Keniscayaan?

Assegaf menyoroti gagasan reformasi PBB yang telah lama digaungkan, salah satunya oleh mantan Sekjen Kofi Annan pada tahun 2005. Namun hingga kini, belum ada kemajuan signifikan dalam upaya mereformasi lembaga internasional tersebut.

Ia mempertanyakan relevansi PBB jika terus-menerus dilanggar oleh negara-negara adidaya. Mungkin sudah saatnya, kata Assegaf, untuk mempertimbangkan pembentukan organisasi internasional baru yang lebih efektif dan akuntabel tanpa mekanisme hak veto yang rentan disalahgunakan.

Opini Ahli dan Arah Ke Depan

Abraham Samad, yang mewawancarai Assegaf, sepakat dengan penilaian tersebut. Ia menekankan pentingnya mengevaluasi ulang eksistensi dan kredibilitas PBB di mata komunitas internasional.

Kejadian ini menjadi momentum untuk mendesak reformasi PBB secara serius. Tanpa reformasi yang substansial, lembaga ini akan terus kehilangan kredibilitas dan gagal menjalankan mandat utamanya, yaitu menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Ke depan, perlu ada komitmen nyata dari negara-negara anggota PBB untuk menegakkan hukum internasional dan memastikan keadilan bagi semua negara, terlepas dari kekuatan dan pengaruhnya. Kepercayaan global terhadap sistem internasional sangat bergantung pada komitmen tersebut.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button