Ancaman Resistensi Antimikroba: Solusi Global untuk Masa Depan Kesehatan Kita

Resistensi antimikroba (AMR) adalah ancaman global yang serius. Kemampuan kita untuk mengobati infeksi umum terancam karena bakteri, virus, jamur, dan parasit bermutasi dan menjadi kebal terhadap obat-obatan.
Ancaman Mematikan Resistensi Antimikroba
Jika tidak ditangani, AMR dapat membawa kita kembali ke era pra-antibiotik. Infeksi yang dulunya mudah diobati bisa menjadi fatal. Dampaknya meluas ke berbagai sektor, termasuk pertanian, peternakan, dan lingkungan.
AMR terjadi ketika mikroorganisme bertahan hidup meski terpapar obat antimikroba. Penyebab utamanya adalah penggunaan antimikroba yang tidak tepat dan berlebihan, baik pada manusia maupun hewan ternak.
Pada 2019, setidaknya 1,27 juta kematian disebabkan langsung oleh infeksi resisten antibiotik. Proyeksi menunjukkan peningkatan angka kematian terkait AMR hingga 8,22 juta pada 2050.
Biaya perawatan infeksi resisten antibiotik di Indonesia sangat tinggi. Misalnya, biaya perawatan pneumonia dan septikemia jauh lebih mahal jika pasien resisten terhadap antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan pada peternakan juga menjadi masalah serius. Di Indonesia, 78% peternak ayam broiler menggunakan antibiotik, seringkali untuk pencegahan pada ayam sehat.
Praktik-praktik yang mempercepat AMR antara lain penggunaan antibiotik untuk infeksi virus. Dosis antibiotik yang tidak lengkap dan penggunaannya sebagai promotor pertumbuhan pada hewan juga berkontribusi pada masalah ini.
Dampak AMR terhadap Kesehatan Berkelanjutan
Kesehatan berkelanjutan menekankan keseimbangan antara kebutuhan saat ini dan masa depan. AMR mengancam pilar-pilar kesehatan berkelanjutan, termasuk ekonomi, keamanan pangan, lingkungan, dan kemajuan medis.
Beban ekonomi dan sosial akibat AMR sangat besar. Meningkatnya durasi penyakit dan biaya pengobatan yang tinggi membebani sistem kesehatan dan ekonomi.
Keamanan pangan terancam karena bakteri resisten dapat menyebar melalui rantai makanan. Penggunaan antimikroba di pertanian berkontribusi pada masalah ini.
Lingkungan juga terdampak karena limbah farmasi mencemari lingkungan dan menciptakan reservoir bakteri resisten. Hal ini memperparah penyebaran AMR.
Kemajuan medis modern, seperti transplantasi organ, bergantung pada antibiotik efektif. AMR dapat membahayakan keberhasilan prosedur medis tersebut.
Upaya Kolaborasi untuk Mengatasi AMR
Kementerian Kesehatan RI berkolaborasi dengan Essity, perusahaan Swedia, untuk mengatasi AMR. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan MoU dalam Sweden-Indonesia Sustainability Partnership (SISP) Healthcare Conference 2025.
Kolaborasi ini melibatkan pendekatan ilmiah dan teknologi mutakhir. Salah satu inovasi yang diperkenalkan adalah teknologi Sorbact, solusi perawatan luka tanpa antimikroba yang efektif dalam melawan bakteri.
Teknologi Sorbact telah terbukti efektif di berbagai negara. Teknologi ini telah menurunkan tingkat infeksi dan penggunaan antibiotik di beberapa negara Eropa dan Asia.
Danny Cho, Direktur Bisnis Essity untuk Asia Tengah dan Timur, menekankan komitmen perusahaan untuk mendukung upaya Indonesia dalam mengurangi AMR. Kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan perawatan pasien dan mendukung sistem kesehatan berkelanjutan.
Kerja sama ini menjadi langkah penting dalam pengendalian AMR di Indonesia. Dengan pendekatan multisektoral dan inovasi teknologi, diharapkan dampak AMR dapat dikurangi secara signifikan. Perlu komitmen bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mengatasi ancaman serius ini.