Tragedi Jaksel: Anak Pembunuh Divonis, Jalani Pembinaan Sentra Handayani
Remaja berusia 14 tahun, MAS, yang membunuh ayahnya (APW, 40 tahun) dan neneknya (RM, 69 tahun) serta melukai ibunya (AP, 40 tahun) di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, telah divonis hukuman. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan MAS menjalani pidana pembinaan dan rehabilitasi sosial selama dua tahun di Sentra Handayani, Jakarta Timur. Sidang yang digelar tertutup ini berlangsung pada Senin, 30 Juni 2025.
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Lusiana Amping, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indah Puspitarani, Mochammad Zulfi Yasin Ramadhan, Pompy Polansky Alanda, dan Alisa Nur Aisyah. Nomor perkara tercatat sebagai 8/Pid.Sus-Anak/2025/PN JKT.SEL.
Vonis Dua Tahun Pembinaan di Sentra Handayani
Hakim menyatakan dakwaan terbukti dan MAS dinyatakan bersalah atas pembunuhan ayahnya dan neneknya. Hukuman dua tahun pembinaan di Sentra Handayani dikurangi masa penahanan yang telah dijalaninya.
Selama masa pembinaan, MAS diwajibkan mengikuti terapi kejiwaan secara berkala. Hasil terapi dilaporkan kepada JPU setiap enam bulan.
Beberapa barang bukti dalam kasus ini akan dirampas dan dimusnahkan. Rincian barang bukti tidak dijelaskan lebih lanjut dalam rilis resmi Pengadilan.
Tanggapan Kuasa Hukum dan Pertimbangan Hakim
Kuasa hukum MAS, Maruf Bajammal, menyatakan hormat pada putusan pengadilan. Namun, ia memiliki pandangan berbeda.
Maruf berpendapat, seharusnya MAS dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Ia menilai hakim tidak mempertimbangkan keterangan ahli dan bukti terkait kondisi disabilitas mental MAS.
Oleh karena itu, Maruf menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pertimbangan dan putusan hakim. Pihaknya merasa aspek penting mengenai kondisi psikologis MAS kurang diperhatikan dalam proses persidangan.
Kronologi Kejadian dan Latar Belakang Kasus
Peristiwa pembunuhan terjadi pada Sabtu, 30 November 2024, pukul 01.00 WIB di Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.
MAS, saat itu berusia 14 tahun, membunuh ayahnya dan neneknya, serta melukai ibunya. Motif pembunuhan dan detail kejadian tidak diungkap secara rinci dalam rilis resmi tersebut.
Kasus ini menyoroti pentingnya penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang membutuhkan perhatian khusus, terutama terkait aspek kesehatan mental. Perlu evaluasi lebih lanjut mengenai proses peradilan anak di Indonesia.
Insiden ini menimbulkan pertanyaan mengenai sistem peradilan anak dan bagaimana menangani kasus yang melibatkan ABH dengan kondisi kesehatan mental yang kompleks. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak terkait untuk lebih memperhatikan aspek holistik dalam penanganan kasus serupa di masa depan, demi keadilan dan pemulihan bagi semua pihak yang terlibat.




