Fenomena “sound horeg,” sistem audio bertenaga tinggi yang sering digunakan dalam iring-iringan di Jawa Timur dan beberapa wilayah Indonesia lainnya, telah memicu perdebatan sengit. Tradisi yang bagi sebagian masyarakat merupakan perayaan penting, bagi sebagian lainnya dianggap mengganggu dan bahkan merusak.
Kontroversi ini semakin tajam setelah beberapa insiden yang melibatkan sound horeg. Dari kerusakan properti warga hingga kecelakaan yang menimpa penonton, dampak negatifnya semakin tak terbantahkan.
Kontroversi Sound Horeg: Antara Tradisi dan Gangguan
Penggunaan sound horeg dalam berbagai perayaan, termasuk acara keagamaan seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, telah menimbulkan keresahan. Suara yang sangat keras dinilai mengganggu ketenangan lingkungan dan kenyamanan warga sekitar.
Beberapa kejadian viral memperlihatkan dampak negatif sound horeg. Perusakan warung demi kelancaran iring-iringan, misalnya, menggarisbawahi betapa ekstremnya upaya untuk menggunakan sistem audio ini.
Insiden lain yang melibatkan kecelakaan penonton akibat tertimpa sound horeg di Bondowoso dan penggunaan sound horeg tanpa izin di laut Pasuruan menunjukkan potensi bahaya yang ditimbulkannya.
Pandangan Ulama: Haram Mutlak
Forum Satu Muharram (FSM) Pondok Pesantren se-Jawa Madura, yang melibatkan sejumlah ulama dari berbagai pesantren di Jawa Timur, telah mengeluarkan fatwa. Mereka menyatakan penggunaan sound horeg sebagai haram mutlak.
Keputusan ini tak hanya didasarkan pada kebisingan yang ditimbulkan, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan moral yang dianggap kurang tepat. Penggunaan sound horeg, menurut para ulama, lebih dari sekadar masalah kebisingan.
Kh. Muhibbul Aman Aly, Pengasuh Pondok Pesantren Besuk, menjelaskan pertimbangan tersebut. Mereka tidak hanya fokus pada dampak suara, tetapi juga pada konteks budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam praktik penggunaan sound horeg.
Sikap Pemerintah: Apresiasi dan Hak Kekayaan Intelektual
Berbeda dengan pandangan ulama, Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur justru memberikan apresiasi terhadap sound horeg. Mereka bahkan telah memberikan pengesahan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) pada April 2025.
Pengesahan HAKI ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sound horeg termasuk dalam kategori hak cipta dan desain industri. Pemerintah melihatnya sebagai hasil karya anak bangsa yang perlu dilindungi.
Perbedaan pandangan antara ulama dan pemerintah ini menunjukkan kompleksitas isu sound horeg. Di satu sisi, pemerintah melihatnya dari aspek ekonomi dan kebudayaan, sementara ulama menekankan aspek keagamaan dan sosial.
Ke depan, diperlukan dialog yang lebih intensif antara pemerintah, ulama, dan masyarakat untuk mencari solusi yang bijak. Mungkin diperlukan regulasi yang lebih ketat terkait penggunaan sound horeg, atau bahkan inovasi dalam teknologi sound system agar tetap bisa dinikmati tanpa menimbulkan gangguan yang signifikan. Mencari keseimbangan antara pelestarian budaya dan kenyamanan masyarakat merupakan kunci penyelesaian masalah ini.
