Skandal Korupsi Zarof Ricar: 16 Tahun Rahasia Terungkap

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dijatuhi hukuman 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Vonis ini terkait temuan uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas di brankas rumahnya. Aset tersebut diduga merupakan gratifikasi dari pengurusan kasus selama ia menjabat.
Kasus ini terungkap saat Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan suap dalam perkara kasasi anak eks anggota DPR. Berbagai nomor perkara ditemukan tertera pada kantong-kantong penyimpanan uang dan emas, menguatkan dugaan keterkaitan dengan jabatan Zarof.
Vonis 16 Tahun Penjara dan Tangis Hakim
Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rosihan Juhriah Rangkuti, membacakan vonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara bagi Zarof. Vonis tersebut didasarkan pada pelanggaran Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Yang mengejutkan, Hakim Rosihan tak kuasa menahan air mata saat membacakan pertimbangan putusan. Bukan karena simpati pada Zarof, melainkan karena rasa pilu atas tercemarnya nama baik MA akibat perbuatan terdakwa.
Rosihan menekankan bahwa tindakan Zarof telah mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Ia menyebut Zarof serakah meski telah hidup berkecukupan, dan tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi.
Alasan Majelis Hakim Menjatuhkan Hukuman Lebih Ringan
Jaksa menuntut Zarof dengan hukuman 20 tahun penjara. Namun, majelis hakim mempertimbangkan aspek kemanusiaan, usia Zarof (63 tahun), dan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Hukuman 20 tahun penjara, menurut hakim, bisa diartikan sebagai hukuman seumur hidup bagi Zarof.
Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa Zarof masih berstatus tersangka pencucian uang (TPPU) dan akan menghadapi proses hukum terpisah. Potensi hukuman tambahan dari kasus TPPU juga menjadi pertimbangan. Ketentuan Pasal 65, 66, dan 71 KUHPidana mengenai penjatuhan pidana beberapa perbuatan tindak pidana oleh pelaku yang sama turut dipertimbangkan.
Rampasan Aset Negara dan Bukti Gratifikasi
Uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas milik Zarof, senilai total lebih dari Rp 1 triliun, dirampas untuk negara. Hakim menyatakan Zarof gagal membuktikan asal usul harta tersebut.
Kegagalan Zarof membuktikan harta kekayaannya sesuai ketentuan Pasal 38b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi dasar perampasan aset. Keberadaan nomor-nomor perkara pada kantong penyimpanan uang dan emas semakin memperkuat dugaan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA dan lembaga peradilan di bawahnya.
Kasus Zarof Ricar menjadi cerminan ironi sistem peradilan Indonesia. Hukuman yang dijatuhkan, beserta tangis hakim yang membacakannya, menjadi pengingat betapa pentingnya integritas dan transparansi dalam penegakan hukum. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Proses hukum terkait TPPU yang masih bergulir diharapkan dapat mengungkap seluruh rangkaian kejahatan dan memberikan keadilan yang seutuhnya.