Berita

Skandal Impor Gula: BPKP Bongkar 5 Kejanggalan Era Tom Lembong

Ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kristianto, mengungkap lima penyimpangan dalam impor gula era Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. Kesimpulan ini disampaikan Kris dalam persidangan dugaan korupsi importasi gula yang melibatkan eks Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Juni 2025. Temuan BPKP ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengelolaan impor gula dan dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Penyimpangan yang ditemukan BPKP mencakup berbagai aspek, mulai dari prosedur impor hingga pengawasan stok gula. Hal ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan yang memungkinkan terjadinya penyimpangan dan kerugian negara. Temuan ini tentunya menjadi sorotan publik dan membutuhkan evaluasi mendalam terhadap kebijakan impor gula di masa mendatang.

Prosedur Impor Gula Kristal Mentah yang Bermasalah

Penyimpangan pertama yang diungkap Kris adalah prosedur impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP). Impor ini dilakukan sebagai upaya pengendalian harga gula di pasaran yang saat itu melonjak tinggi melalui operasi pasar.

Namun, menurut Kris, impor tersebut tidak berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian. Ketiadaan koordinasi antar kementerian ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan.

Impor GKM Saat Produksi Dalam Negeri Cukup

Penyimpangan kedua terjadi karena impor GKM dilakukan saat produksi GKP dalam negeri sudah mencukupi dan bertepatan dengan musim giling. Kondisi ini menunjukkan adanya potensi kerugian karena impor yang tidak diperlukan.

Hal ini menunjukkan kurangnya perencanaan dan koordinasi yang baik antara kebijakan impor dengan produksi gula dalam negeri. Ketidaktepatan waktu impor ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektifitas kebijakan pemerintah dalam mengelola pasokan gula.

Peran Perusahaan Non-BUMN dalam Stabilisasi Harga

Ketiga, penjaminan pasokan gula dalam kegiatan stabilisasi harga dilakukan oleh perusahaan swasta, bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal, BUMN seharusnya berperan utama dalam hal ini.

Penggunaan perusahaan swasta dalam stabilisasi harga gula menimbulkan kekhawatiran akan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program tersebut. Hal ini menjadi poin penting yang perlu dikaji lebih lanjut.

Pengendalian Stok Melalui Impor: Sebuah Kejanggalan

Penyimpangan keempat adalah pengendalian stok dan stabilisasi harga GKP dilakukan dengan mengimpor GKM. BPKP berpendapat, seharusnya yang diimpor adalah GKP langsung.

Metode pengendalian stok melalui impor GKM dinilai kurang efektif dan efisien. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pemahaman mendasar mengenai mekanisme pasar dan pengelolaan stok komoditas.

Ketiadaan Rekomendasi Kementerian Terkait

Terakhir, surat pengakuan atau surat impor GKM tidak disertai rekomendasi dari kementerian terkait. Ketiadaan rekomendasi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan koordinasi antar lembaga.

Kurangnya rekomendasi dari kementerian terkait memperkuat dugaan adanya manipulasi dan penyimpangan dalam proses impor gula. Hal ini menjadi bukti nyata kurangnya pengawasan dan transparansi dalam proses importasi.

Pelanggaran Hukum dan Kerugian Negara

BPKP menyimpulkan kegiatan impor gula tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta undang-undang lain yang relevan.

Charles Sitorus, sebagai terdakwa, didakwa turut merugikan negara sebesar Rp 578.150.411.622,40 bersama-sama Tom Lembong dan pengusaha lain. Ia juga didakwa karena tidak menyusun struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) gula nasional dan tidak bekerja sama dengan perusahaan BUMN.

Kesimpulannya, kasus ini mengungkap sejumlah kelemahan dalam sistem pengawasan dan pengelolaan impor gula di Indonesia. Temuan BPKP ini menunjukkan pentingnya reformasi untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas kebijakan pemerintah dalam sektor pangan, khususnya terkait impor gula. Perlu adanya perbaikan sistem dan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya kerugian negara di masa mendatang.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button