Indonesia Timur, dengan kekayaan hayati yang luar biasa, telah menarik perhatian para ilmuwan selama berabad-abad. Salah satu ilmuwan yang terpesona oleh keindahan dan keanekaragaman flora di wilayah ini adalah Georg Eberhard Rumphius, seorang ahli botani asal Jerman.
Rumphius, yang bekerja untuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mengalami peristiwa dramatis yang tak hanya menandai perjalanan hidupnya, tetapi juga memberikan catatan berharga tentang sejarah bencana alam di Indonesia. Kisah hidupnya beririsan dengan catatan gempa bumi dan tsunami dahsyat yang melanda Ambon pada abad ke-17.
Mempelajari Keanekaragaman Hayati di Ambon
Pada tahun 1653, Rumphius tiba di Ambon. Awalnya ditugaskan sebagai bagian dari armada militer VOC, ia kemudian memilih beralih ke sektor sipil.
Ketertarikannya pada kekayaan hayati Ambon membuatnya menetap di sana. Ia menikahi seorang wanita Ambon dan mencurahkan hidupnya untuk mempelajari flora di pulau tersebut.
Rumphius menguasai beberapa bahasa, termasuk bahasa Ambon, Melayu, dan Latin. Keahlian berbahasanya membantunya dalam mencatat dan mendokumentasikan beragam spesies tanaman.
Setelah 38 tahun meneliti, menjelajahi hutan-hutan Ambon, ia menyelesaikan sebuah katalog tanaman yang monumental.
Hasil karyanya, Herbarium Amboinense atau Het Amboinsche Kruid-boek, terbit di Amsterdam pada tahun-tahun berikutnya dalam enam volume.
Buku tersebut memuat deskripsi lebih dari 1.700 jenis tanaman di Ambon dan Kepulauan Maluku, ditulis dalam bahasa Belanda dan Latin.
Gempa dan Tsunami Dahsyat 1674: Catatan Sejarah dari Rumphius
Sepanjang penelitiannya, Rumphius menghadapi berbagai tantangan. Pada 1670, ia didiagnosis menderita glaukoma.
Meskipun penglihatannya terus menurun, ia tetap melanjutkan penelitiannya dengan bantuan istri dan anaknya.
Tragedi besar menimpanya pada tahun 1674. Gempa bumi dahsyat mengguncang Ambon, disusul tsunami yang menghancurkan.
Rumphius dan keluarganya selamat dari bencana yang menewaskan sekitar 2.000 orang. Pengalaman tersebut ia catat dalam karyanya.
Menurut Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, gempa bumi tersebut menyebabkan kerusakan besar, termasuk tanah terbelah, bukit runtuh, dan tsunami dahsyat di pesisir utara Pulau Ambon.
Catatan Rumphius menyebutkan ketinggian tsunami mencapai 90-110 meter. Catatan ini dianggap sebagai catatan tertua tentang gempa dan tsunami di Maluku.
Studi modern memperkirakan kekuatan gempa Ambon 1674 mencapai M7,9. Gempa tersebut memicu likuifaksi tanah, longsor, dan tsunami yang sangat merusak.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebut gempa Ambon 1674 sebagai gempa dan tsunami terdahsyat pertama dalam catatan sejarah Nusantara.
Warisan Rumphius: Lebih dari Sekadar Katalog Tanaman
Georg Eberhard Rumphius meninggalkan warisan yang jauh melampaui katalog tanamannya.
Karyanya memberikan gambaran detail tentang keanekaragaman hayati di Ambon pada abad ke-17.
Lebih dari itu, catatannya tentang gempa dan tsunami 1674 merupakan sumber berharga bagi pemahaman kita tentang bencana alam di Indonesia.
Catatan Rumphius memberikan perspektif historis penting bagi upaya mitigasi bencana di masa kini. Ia menjadi bukti betapa pentingnya mencatat dan mempelajari sejarah bencana untuk persiapan di masa depan.
Kisah Rumphius menginspirasi kita untuk menghargai kekayaan alam Indonesia dan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam.
Melalui catatannya yang detail dan akurat, Rumphius memberikan kontribusi yang signifikan, baik bagi dunia botani maupun ilmu geofisika. Kisahnya menjadi pengingat akan kekuatan alam dan pentingnya mempelajari sejarah untuk membangun masa depan yang lebih aman.