Revisi UU HAM: Pigai Yakin Perkuat Komnas HAM, Simak Alasannya

Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Revisi ini diyakini akan memperkuat posisi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menteri HAM, Natalius Pigai, menegaskan hal tersebut dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Kamis (3/7/2025). Pernyataan ini didukung oleh amanat Prinsip Paris untuk Lembaga HAM Nasional (NHRI) yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Penguatan Komnas HAM Sesuai Prinsip Paris
Revisi UU HAM bertujuan untuk mengukuhkan independensi Komnas HAM. Hal ini sejalan dengan Prinsip Paris yang menetapkan Komnas HAM sebagai pengawas independen atas kegiatan pembangunan pemerintah. Dengan demikian, Komnas HAM akan memiliki landasan hukum yang lebih kuat untuk menjalankan tugas pengawasannya.
Pigai menjelaskan, revisi UU HAM bukanlah untuk memperlemah, melainkan untuk memperkuat Komnas HAM. Penguatan ini diibaratkan sebagai “memberi infus” agar Komnas HAM dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif. Namun, detail penguatan tersebut belum diungkapkan dan akan dijelaskan setelah draf revisi dipublikasikan.
Relevansi dan Urgensi Revisi UU HAM
UU HAM yang telah berusia lebih dari dua dekade dinilai perlu direvisi. Banyak pasal yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan dinamika HAM terkini baik di Indonesia maupun internasional. Revisi ini dianggap krusial untuk memastikan UU HAM tetap efektif dalam melindungi hak asasi warga negara.
Revisi UU HAM juga merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam penguatan instrumen HAM. Hal ini selaras dengan visi Indonesia Emas 2045 di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dengan demikian, revisi ini diharapkan mampu menjawab tantangan HAM di era modern.
Perubahan Pola Pelanggaran HAM dan Aktor Pelaku
Pola pelanggaran HAM telah mengalami perubahan signifikan. Pelaku pelanggaran HAM kini tidak hanya terbatas pada aktor negara (state actors), tetapi juga meluas ke aktor non-negara seperti korporasi dan individu. Revisi UU HAM akan mengakomodasi perubahan ini.
Korporasi, misalnya, perlu diatur dalam UU HAM karena potensi pelanggaran HAM yang mereka lakukan, terutama dalam aktivitas bisnis yang eksploitatif. Saat ini, isu bisnis dan HAM baru diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), bukan UU HAM. Demikian pula, individu yang melakukan pelanggaran HAM secara terencana, sistematis, dan meluas perlu dimasukkan dalam regulasi.
Poin-poin penting dalam revisi UU HAM:
- Penguatan independensi dan kewenangan Komnas HAM.
- Penyesuaian dengan perubahan pola pelanggaran HAM, termasuk melibatkan aktor non-negara.
- Pengaturan yang lebih rinci terkait tanggung jawab korporasi dalam hal pelanggaran HAM.
- Pengaturan hukum yang lebih komprehensif terhadap individu sebagai pelaku pelanggaran HAM berskala besar.
Proses penyusunan draf revisi UU HAM telah mencapai sekitar 60 persen. Sisanya akan disempurnakan berdasarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk 25 kementerian/lembaga dan masyarakat. Setelah draf selesai, nantinya akan dipublikasikan untuk mendapatkan masukan lebih luas dari masyarakat.
Revisi UU HAM diharapkan tidak hanya memperkuat Komnas HAM, tetapi juga menciptakan sistem perlindungan HAM yang lebih efektif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Dengan mengakomodasi perubahan pola pelanggaran HAM dan melibatkan berbagai aktor, revisi ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Proses penyelesaian revisi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem HAM yang lebih baik.