Pendeta Blitar Diduga Cabuli 4 Anak Sopirnya: Fakta Mengejutkan Terungkap

Kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang pendeta di Blitar, Jawa Timur, akhirnya terungkap setelah bertahun-tahun disembunyikan. Korbannya adalah empat putri dari sopir pendeta tersebut, berusia 7, 13, 15, dan 17 tahun. Perbuatan keji ini terbongkar berkat keberanian anak sulung korban yang akhirnya berani bersuara.
Pendeta DKBH (69) pertama kali mengenal keluarga korban, T, pada Desember 2021. T ditawari pekerjaan sebagai sopir, dan DKBH menyediakan tempat tinggal bagi T dan keempat putrinya di sebuah kontrakan belakang gereja.
Awal Mula Terbongkarnya Kasus
Pada tahun 2022, keluarga T pindah ke dalam lingkungan gereja karena penjaga sebelumnya meninggal dunia. Kedekatan dengan pendeta membuat keluarga T merasa aman dan nyaman.
Namun, kenyamanan itu hanyalah kedok dari kejahatan yang dilakukan DKBH. Selama beberapa tahun tinggal bersama, DKBH secara sistematis melakukan pelecehan seksual terhadap keempat putri T.
Anak sulung korban, FTP (17), adalah yang pertama kali mengungkapkan kejadian tersebut. Ia kabur ke Kediri dan menceritakan semuanya kepada ibunya.
Pengakuan Korban dan Upaya Perdamaian
FTP mengungkapkan bahwa DKBH sering menyentuh area sensitif tubuhnya dan bahkan memandikannya serta mengajaknya berenang. Pernyataan FTP yang mengguncang ini membuat T sangat marah dan kecewa.
T langsung confronts DKBH, yang mengakui perbuatannya. DKBH mengklaim perbuatannya adalah “kasih sayang” dan meminta maaf. Namun, alih-alih melaporkan ke pihak berwajib, T dan DKBH mengadakan rapat gereja.
Dalam rapat tersebut, DKBH mengakui perbuatannya di depan istri dan beberapa anggota gereja. Sebagai hukuman, DKBH hanya dihukum tidak berkhotbah selama tiga bulan.
Setelah rapat, FTP mengungkapkan bahwa adik-adiknya juga menjadi korban pelecehan. T yang semakin murka akhirnya memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke polisi.
Perjuangan Panjang Menuju Keadilan
Namun, T menghadapi ancaman yang membuatnya takut dan mencabut laporannya. Ancaman itu berupa teror yang akan membuat T dan anak-anaknya sengsara jika nekat melaporkan kasus ini.
Beruntung, T kemudian bertemu seseorang yang bersedia membantunya mencari keadilan. Namun, orang tersebut justru mengkhianati T dan diduga disuap oleh pihak DKBH.
Meskipun demikian, T tidak menyerah. Ia kemudian meminta bantuan hukum dari Hotman Paris Hutapea. Laporan polisi kembali diajukan ke Polda Jawa Timur, namun hingga saat ini kasus ini belum juga naik ke tahap penyidikan.
Hotman Paris, sebagai kuasa hukum korban, mendesak Polda Jawa Timur untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Ia berharap agar proses hukum berjalan cepat dan memberikan keadilan bagi para korban.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Keberanian korban dan dukungan dari pihak-pihak yang peduli sangat penting dalam mengungkap kasus serupa dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Semoga kasus ini segera mendapatkan titik terang dan keadilan bagi para korban.