Pajak Baru Jakarta: 10% untuk Olahraga Air & Padel
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi memberlakukan pajak 10 persen untuk lapangan olahraga padel. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025, merupakan revisi kedua dari keputusan sebelumnya. Pajak ini dikenakan berdasarkan skema Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Andri M. Rijal, Ketua Satuan Pelaksana Penyuluhan dari Pusat Data dan Informasi Pendapatan (Pusdatin) Bapenda DKI Jakarta, menjelaskan bahwa pajak tersebut diberlakukan atas penyediaan jasa hiburan, termasuk penggunaan fasilitas olahraga yang dikomersialkan. Pembayaran pajak bisa melalui biaya masuk, sewa tempat, atau bentuk pembayaran lainnya. Kebijakan ini resmi berlaku mulai 2 Juli 2025.
Pajak 10 Persen untuk Fasilitas Olahraga di Jakarta
Pemprov DKI Jakarta menerapkan pajak 10 persen untuk berbagai jenis fasilitas olahraga. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah sekaligus mengatur sektor olahraga komersial di Jakarta.
Penerapan pajak ini mencakup berbagai jenis tempat olahraga, tidak hanya lapangan padel. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan transparansi dalam perpajakan sektor olahraga.
Jenis Olahraga yang Terkena Pajak
Selain lapangan padel, sejumlah fasilitas olahraga lainnya juga dikenakan pajak PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan sebesar 10 persen. Daftar lengkapnya cukup beragam dan meliputi berbagai jenis olahraga populer.
Berikut beberapa contoh fasilitas olahraga yang dikenakan pajak: tempat kebugaran (termasuk yoga, pilates, dan zumba), lapangan futsal, sepak bola, mini soccer, tenis, bulu tangkis, basket, voli, tenis meja, squash, panahan, bisbol, sofbol, lapangan tembak, tempat bowling, biliar, panjat tebing, ice skating, berkuda, sasana tinju/bela diri, atletik/lari, dan jetski.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Jenis Olahraga yang Dikenakan Pajak
Tempat kebugaran, termasuk kelas yoga atau pilates, dikenakan pajak atas jasa yang diberikan. Ini berlaku juga untuk fasilitas olahraga lain yang bersifat komersial.
Lapangan olahraga seperti futsal, sepak bola, bulu tangkis, dan lain-lain termasuk dalam kategori yang dikenakan pajak. Besaran pajak dihitung berdasarkan biaya penggunaan fasilitas tersebut.
Kolam renang, tempat panjat tebing, dan bahkan wahana jetski juga termasuk dalam daftar fasilitas yang dikenakan pajak. Tujuannya untuk meratakan penerimaan pajak dari berbagai jenis bisnis olahraga.
Dampak dan Kontroversi Pajak Lapangan Olahraga
Pengenaan pajak ini memicu berbagai tanggapan dari masyarakat, khususnya pelaku usaha di bidang olahraga. Beberapa pihak menilai bahwa pajak ini akan meningkatkan harga sewa lapangan dan berdampak pada aksesibilitas olahraga bagi masyarakat.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta berargumen bahwa pajak tersebut akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur dan fasilitas olahraga di Jakarta. Pemerintah juga menjanjikan transparansi dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaan pajak tersebut.
Meskipun terdapat pro dan kontra, kebijakan ini menunjukkan upaya Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui sektor olahraga. Langkah selanjutnya adalah melihat bagaimana implementasi kebijakan ini di lapangan dan dampaknya terhadap pelaku usaha dan masyarakat luas.
Pemerintah perlu memastikan agar penerapan pajak ini tidak membebani masyarakat terlalu besar dan tetap menjaga aksesibilitas olahraga. Transparansi dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaan pajak juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Ke depannya, evaluasi berkala terhadap dampak kebijakan ini perlu dilakukan untuk memastikan efektivitasnya dan melakukan penyesuaian jika diperlukan. Hal ini penting agar kebijakan ini dapat mencapai tujuannya tanpa merugikan pihak manapun.




