Hasyakyla Utami, kakak Adhisty Zara, menjadi sorotan setelah mengunggah foto luka cakaran di lehernya di media sosial. Unggahan ini memicu spekulasi tentang kemungkinan kekerasan yang dialaminya.
Kejadian ini viral di berbagai platform, menimbulkan diskusi luas tentang kekerasan dalam hubungan, privasi figur publik, dan peran media sosial.
Luka Misterius dan Dugaan Kekerasan
Pada 9 Juni 2025, Kyla mengunggah foto luka cakaran di lehernya, disertai keterangan singkat yang mengindikasikan upaya hukum.
Unggahan tersebut, yang kemudian dihapus, memicu kehebohan dan berbagai reaksi di media sosial.
Foto tambahan luka yang lebih dalam kemudian diunggah, sebelum akhirnya semua postingan dihapus dari akunnya @kelincigemas77.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kebenaran dugaan kekerasan, identitas pelaku, dan rencana tindakan hukum Kyla.
Curahan Hati dan Reaksi Publik
Pada 10 Juni 2025, Kyla menulis curahan hati, menyebut kelelahan memberi makan ego seseorang yang ia sebut “anak kecil”.
Publik berspekulasi tentang identitas sosok tersebut, menduga adanya hubungan dekat.
Ia mengonfirmasi luka tersebut terjadi dua hingga tiga kali di Juni. Warganet memberikan dukungan dan saran, namun Kyla memilih untuk tidak membalas karena mempertimbangkan orang tuanya.
Reaksi ini menunjukkan simpati publik dan mengangkat isu beban emosional korban kekerasan yang terikat dengan pelaku atau keluarganya.
Media sosial dibanjiri beragam komentar, sebagian besar mengecam kekerasan dan mendukung Kyla.
Ada pula yang menyoroti perlunya visum sebagai bukti hukum, sementara sebagian lain mempertanyakan privasi Kyla dan bahkan mempertanyakan motif unggahan tersebut.
Sikap netral juga muncul, mengingatkan untuk menunggu fakta lengkap sebelum mengambil kesimpulan.
Privasi, Hukum, dan Kesadaran Publik
Kasus ini memicu perdebatan tentang batas privasi figur publik. Meskipun Kyla bukan lagi artis mainstream, hak privasinya tetap perlu dihormati.
Secara hukum, luka yang dialami Kyla bisa dikategorikan sebagai penganiayaan, yang dapat diproses secara hukum sesuai Pasal 351 KUHP, terlepas dari status hubungannya dengan pelaku.
Visum et repertum menjadi bukti penting dalam proses hukum, dan Kyla memiliki hak untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang.
Kasus ini telah menyoroti berbagai isu penting, mulai dari kekerasan hingga peran media sosial.
Meskipun pelaku belum terungkap, keberanian Kyla berbagi pengalamannya meningkatkan kesadaran bahwa kekerasan dapat terjadi pada siapa saja.
Semoga kasus ini mendorong empati dan dukungan bagi korban kekerasan, dan mengingatkan kita akan pentingnya bijak dalam menggunakan media sosial.