Kota Paling Toleran di Indonesia: Apakah Kotamu Termasuk?

SETARA Institute baru saja merilis hasil survei Indeks Kota Toleran (IKT) 2023. Survei ini bertujuan untuk mengukur tingkat toleransi di berbagai kota di Indonesia, mempertimbangkan peran pemerintah dan masyarakat. Metodologi yang digunakan mengadaptasi kerangka kerja Brian J Grim dan Roger Finke (2006), yang biasa dipakai untuk mengukur kebebasan beragama.
Penilaian toleransi kota didasarkan pada tiga indikator utama: favoritisme pemerintah terhadap kelompok agama tertentu, adanya peraturan pemerintah yang membatasi kebebasan beragama, dan regulasi sosial yang membatasi kebebasan beragama. SETARA Institute mendefinisikan kota toleran sebagai kota yang memiliki visi pembangunan inklusif, regulasi yang mendukung toleransi, kepemimpinan progresif, tingkat intoleransi rendah, dan upaya berkelanjutan dalam mengelola keberagaman.
Daftar Kota Indonesia dengan Skor Toleransi Tertinggi
Hasil survei IKT menempatkan Salatiga, Jawa Tengah, di puncak daftar kota paling toleran dengan skor 6,554. Posisi berikutnya ditempati oleh Singkawang, Kalimantan Barat, dan Semarang, Jawa Tengah.
Lima kota selanjutnya yang masuk dalam daftar 10 besar kota paling toleran adalah Magelang (Jawa Tengah), Pematang Siantar (Sumatera Utara), Sukabumi (Jawa Barat), Bekasi (Jawa Barat), Kediri (Jawa Timur), dan Manado (Sulawesi Utara). Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, melengkapi daftar 10 besar.
Daftar Kota Indonesia dengan Skor Toleransi Terendah
Di sisi lain, Pare Pare, Sulawesi Selatan, mendapat skor terendah dalam survei ini, yaitu 3,945. Cilegon, Banten, dan Lhokseumawe, Aceh Utara, menyusul di posisi berikutnya.
Daftar 10 kota dengan skor toleransi terendah juga mencakup Banda Aceh, Pekanbaru (Riau), Bandar Lampung, Makassar (Sulawesi Selatan), Ternate (Maluku Utara), Sabang (Aceh), dan Pagar Alam (Sumatera Selatan).
Indikator Penilaian Kota Paling Toleran Versi SETARA Institute
SETARA Institute menggunakan delapan indikator untuk menilai tingkat toleransi di 94 kota di Indonesia. Empat kota administrasi, termasuk Jakarta, dieliminasi dari survei. Kabupaten juga tidak termasuk karena populasi perkotaan dianggap lebih heterogen.
Delapan indikator tersebut dikelompokkan menjadi empat kategori utama. Kategori pertama adalah Regulasi Pemerintah Kota, mencakup rencana pembangunan (RPJMD) dan produk hukum pendukung, serta kebijakan pemerintah yang promotif dan diskriminatif terkait toleransi.
Kategori kedua, Regulasi Sosial, memperhatikan peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil terkait isu toleransi. Kategori ketiga, Tindakan Pemerintah, meliputi pernyataan pejabat kunci dan tindakan nyata terkait isu toleransi.
Terakhir, Demografi Sosio-Keagamaan, mempertimbangkan heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan. Data yang dikumpulkan dari kedelapan indikator ini kemudian diolah untuk menghasilkan skor toleransi masing-masing kota.
Kesimpulannya, survei IKT 2023 oleh SETARA Institute memberikan gambaran komprehensif tentang tingkat toleransi di berbagai kota Indonesia. Hasil survei ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam upaya membangun kota yang lebih inklusif dan toleran. Perbedaan skor yang signifikan antara kota-kota di Indonesia juga menunjukkan perlunya strategi yang lebih terarah untuk meningkatkan toleransi di daerah-daerah yang masih rendah.