Berita

Konsesi Tambang: NU Jauh dari Nahdiyin & Rakyat Miskin?

Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, melontarkan kritik tajam terhadap pemberian program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kolaborasi Badan Gizi Nasional dan PBNU dalam pengelolaan 1000 dapur MBG ini menjadi sorotan utama kritikan tersebut. Ubedilah menilai langkah ini perlu dikaji ulang, mengingat konsekuensi yang mungkin timbul terhadap peran PBNU di masyarakat.

PBNU, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, memiliki tanggung jawab moral yang besar dalam membela kepentingan rakyat kecil. Namun, Ubedilah menyoroti perubahan orientasi PBNU yang terlihat semakin dekat dengan kekuasaan dalam satu dekade terakhir.

Kritik terhadap Keterlibatan PBNU dalam Program MBG

Ubedilah Badrun menggunakan ayat Al-Quran, “Tawwashoubil haq wa tawwashoubish shobr” (saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran) sebagai landasan kritiknya. Ia menilai PBNU, dalam kerja sama program MBG ini, kurang menjalankan amanah tersebut.

Ubedilah menyayangkan minimnya advokasi PBNU untuk masyarakat miskin dan terpinggirkan belakangan ini. Menurutnya, kedekatan PBNU dengan kekuasaan telah menggeser fokus organisasi tersebut dari kepentingan rakyat kecil.

Dampak Potensial terhadap Independensi PBNU

Selain program MBG, Ubedilah juga menyinggung konsesi tambang yang telah diterima PBNU. Ia khawatir hal ini akan semakin membatasi ruang gerak PBNU untuk bersikap kritis terhadap pemerintah.

Pemberian konsesi tambang dan pengelolaan 1000 dapur MBG, menurut Ubedilah, berpotensi menjadi instrumen yang membatasi kemampuan PBNU untuk melakukan advokasi bagi masyarakat. Hal ini dikhawatirkan akan semakin menjauhkan PBNU dari akar rumputnya.

Pernyataan Ketua PBNU tentang Pertambangan Raja Ampat

Sebagai contoh, Ubedilah mengkritik pernyataan Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, yang membela pemerintah terkait aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Pernyataan Ulil yang melabeli penentang pertambangan sebagai “Wahabi” dinilai sebagai narasi yang tidak berdasar dan anti-kritik.

Sikap ini, menurut Ubedilah, mencerminkan jarak yang semakin melebar antara PBNU dan aspirasi masyarakat yang menginginkan perlindungan lingkungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keberpihakan PBNU.

Analisis Dampak Ekonomi Program MBG

Ubedilah juga meragukan dampak signifikan program MBG terhadap perekonomian nasional. Ia menilai program ini hanya akan menambah sekitar 0,01% hingga 0,26% terhadap pertumbuhan ekonomi.

Meskipun dampaknya kecil terhadap PDB, Ubedilah menduga Presiden Prabowo Subianto memiliki kepentingan politik di balik program ini. Ia melihat program ini sebagai alat untuk menarik simpati publik sekaligus mengalihkan fokus PBNU dari advokasi rakyat.

Ubedilah melihat program MBG sebagai strategi pemerintah untuk membungkam suara kritis dan mengalihkan perhatian PBNU dari isu-isu penting yang menyangkut masyarakat kecil. Dengan demikian, PBNU akan terlalu sibuk mengurusi program tersebut dan kurang memiliki waktu untuk menjalankan fungsi advokasinya.

Kesimpulannya, kritik Ubedilah Badrun terhadap keterlibatan PBNU dalam program MBG mengarah pada kekhawatiran atas melemahnya peran organisasi tersebut dalam membela rakyat kecil. Keterlibatan dalam program-program pemerintah seperti MBG dan konsesi tambang, menurutnya, berpotensi membatasi kemandirian dan keberpihakan PBNU terhadap masyarakat, terutama yang miskin dan terpinggirkan. Ia menyerukan evaluasi kritis terhadap program ini dan perannya bagi masyarakat.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button