Intelijen AS: Serangan Iran Gagal Hancurkan Nuklir?
Serangan militer Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Juni 2025, yang digaungkan sebagai keberhasilan besar oleh Presiden Donald Trump, ternyata menimbulkan kontroversi. Laporan intelijen AS menunjukkan serangan tersebut tidak menghancurkan komponen inti program nuklir Iran, melainkan hanya menunda kemajuannya beberapa bulan.
Klaim keberhasilan total yang dilontarkan oleh Trump dan pejabat lainnya langsung dipertanyakan setelah beredarnya laporan intelijen yang lebih realistis. Perbedaan pandangan ini memicu perdebatan mengenai efektivitas serangan dan transparansi informasi kepada publik.
Penilaian Intelijen AS: Serangan Hanya Menunda Program Nuklir Iran
Badan Intelijen Pertahanan (DIA), badan intelijen Pentagon, mengeluarkan penilaian awal yang menyatakan bahwa serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan hanya menunda program nuklir Iran beberapa bulan.
Penilaian ini didasarkan pada analisis kerusakan yang dilakukan oleh Komando Pusat AS pasca-serangan. Kerusakan yang terjadi sebagian besar terbatas pada bangunan di atas tanah.
Meskipun analisis masih berlangsung, temuan awal ini bertentangan dengan klaim Trump yang menyatakan serangan tersebut “benar-benar dan sepenuhnya menghancurkan” fasilitas pengayaan nuklir Iran.
Persediaan uranium yang diperkaya Iran juga dilaporkan tidak hancur, dan sebagian besar sentrifus tetap utuh.
Perbedaan Pendapat Pejabat AS dan Kontroversi Informasi
Gedung Putih membantah penilaian DIA, menyebutnya salah dan menuding kebocoran informasi tersebut sebagai upaya untuk merendahkan Presiden Trump.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, bahkan menuding kebocoran informasi rahasia sebagai tindakan seorang “pecundang anonim tingkat rendah” di komunitas intelijen.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Pete Hegseth tetap bersikeras bahwa ambisi nuklir Iran telah “dihancurkan,” menekankan keberhasilan operasi militer AS.
Pernyataan Hegseth ini bertentangan dengan temuan intelijen yang menunjukkan kerusakan yang lebih terbatas daripada yang diklaim.
Ketua Kepala Staf Gabungan Dan Caine lebih berhati-hati, menyatakan bahwa masih terlalu dini untuk menilai sepenuhnya dampak serangan tersebut.
Dampak Serangan dan Perbandingan dengan Aksi Israel
Serangan-serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran beberapa hari sebelum operasi militer AS turut menjadi bagian dari konteks peristiwa ini.
Israel, meskipun turut serta dalam aksi militer, membutuhkan bom penghancur bunker AS seberat 30.000 pon untuk melengkapi operasi mereka.
Meskipun bom-bom tersebut dijatuhkan di dua fasilitas nuklir utama, Fordow dan Natanz, mereka tidak sepenuhnya menghancurkan sentrifus dan uranium yang diperkaya.
Penilaian Israel sendiri juga menemukan kerusakan yang lebih sedikit di Fordow daripada yang diharapkan. Namun, Israel memperkirakan bahwa gabungan aksi militer AS dan Israel telah menunda program nuklir Iran selama dua tahun.
Perlu dicatat bahwa Israel telah menyatakan secara terbuka, bahkan sebelum operasi militer AS, bahwa program nuklir Iran telah tertunda selama dua tahun.
Kesimpulannya, meskipun operasi militer AS disebut sukses oleh beberapa pejabat, laporan intelijen menunjukkan dampaknya lebih terbatas daripada yang diklaim, hanya menunda program nuklir Iran beberapa bulan. Perbedaan penilaian ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akurasi informasi yang disampaikan kepada publik.
Ketidaksesuaian informasi antara klaim pejabat pemerintah dan temuan intelijen menyoroti pentingnya transparansi dan akurasi informasi dalam konteks keamanan nasional. Analisis dampak jangka panjang dari serangan ini masih terus berlanjut, dan dibutuhkan waktu untuk menilai sepenuhnya konsekuensi dari tindakan militer tersebut terhadap program nuklir Iran.



