Pemerintah Indonesia secara tegas menolak rencana kepulangan Hambali, mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI), ke Indonesia setelah masa hukumannya berakhir. Keputusan ini ditegaskan oleh Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra. Alasan penolakan tersebut didasarkan pada status kewarganegaraan Hambali yang dipertanyakan.
Yusril menjelaskan bahwa Hambali tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia saat ditangkap pada tahun 2003. Kehilangan dokumen tersebut secara hukum mengakibatkan gugurnya status Warga Negara Indonesia (WNI) Hambali.
Status Kewarganegaraan Hambali yang Dipertanyakan
Ketiadaan dokumen kewarganegaraan Indonesia menjadi dasar hukum pemerintah menolak permohonan Hambali untuk kembali ke Indonesia. Yusril menegaskan, jika Hambali dibebaskan, ia tidak akan diizinkan memasuki wilayah Indonesia.
Pemerintah Indonesia menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang tengah dijalani Hambali kepada Amerika Serikat. Hal ini disampaikan Yusril sebagai konsekuensi dari status hukum Hambali saat ini.
Tanggapan Pemerintah Terhadap Pengungsi Myanmar
Selain membahas kasus Hambali, Yusril juga memberikan keterangan mengenai penanganan pengungsi Myanmar di Indonesia. Pengelolaan pengungsi merupakan tanggung jawab kementerian yang dipimpinnya.
Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen pada nilai kemanusiaan dengan memberikan tempat penampungan sementara bagi para pengungsi. Saat ini, para pengungsi Myanmar sebagian besar berada di Aceh. Yusril berencana melakukan kunjungan ke Aceh untuk meninjau langsung kondisi di lapangan. Ia juga berharap konflik politik di Myanmar segera berakhir.
Hambali: Dalang Serangan Terorisme di Indonesia
Hambali, atau Encep Nurjaman Riduan Isamuddin, lahir pada 4 April 1964. Ia dianggap sebagai tokoh kunci yang menghubungkan Jemaah Islamiyah (JI) dengan Al Qaeda di Asia Tenggara.
Hambali dikenal luas sebagai dalang di balik tragedi Bom Bali tahun 2002 yang menghancurkan Sari Club dan Paddy’s Bar, menewaskan 202 orang. Peristiwa ini menjadi salah satu serangan teroris paling mematikan dalam sejarah Indonesia.
Serangan Terorisme Lainnya yang Diduga Dilakukan Hambali
Selain Bom Bali 2002, Hambali juga diduga terlibat dalam berbagai aksi teror lainnya. Ia diduga mendanai pengeboman di depan Kedutaan Besar Filipina di Jakarta pada 1 Agustus 2000.
Ia juga diduga terlibat dalam serangan bom di Atrium Senen, Jakarta, pada 1 Agustus 2001. Selain itu, Hambali juga diduga sebagai dalang di balik serangan bom Kedutaan Besar Australia (9 September 2004), Bom Bali II (1 Oktober 2005), dan bom Marriot-Ritz Carlton (17 Juli 2009).
Penangkapan dan Penahanan Hambali
Hambali ditangkap dalam operasi gabungan CIA-Thailand di Ayutthaya, Thailand, pada 14 Agustus 2003. Penangkapannya merupakan hasil kerja sama intelijen internasional yang signifikan.
Setelah ditahan di penjara rahasia CIA, Hambali kemudian dipindahkan ke penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba, pada September 2006. Proses hukumnya masih berlangsung di Amerika Serikat hingga saat ini.
Pemerintah Indonesia, dengan pertimbangan hukum yang jelas terkait status kewarganegaraannya, tetap pada pendiriannya untuk tidak mengizinkan Hambali kembali ke Indonesia. Keputusan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Kasus Hambali menjadi pembelajaran penting tentang ancaman terorisme dan pentingnya kerja sama internasional dalam memeranginya.