Bansos Tersendat: PDIP Bongkar Mafia Bank Sejak 2018?
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, baru-baru ini mengungkapkan temuan mengejutkan terkait penyaluran bantuan sosial (bansos). Setelah berdialog langsung dengan ribuan penerima bansos di Cirebon dan Indramayu, ia menemukan adanya praktik yang mempersulit pencairan dana tersebut. Masalah ini, menurut Selly, berdampak signifikan pada kehidupan masyarakat yang sudah kurang mampu.
Banyak warga yang kesulitan mengakses haknya atas bansos. Hal ini bukan karena kesalahan penerima, melainkan karena kendala administrasi yang rumit dan berbelit.
Kendala Pencairan Bansos: Masalah Data yang Kompleks
Selly memaparkan bahwa permasalahan penyaluran bansos ini telah berlangsung sejak tahun 2018. Bahkan hingga tahun 2023, tercatat 16 ribu penerima bansos yang terkendala pencairan dana.
Penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian data. Data di sistem DTSN (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) atau Kartu Keluarga/KTP tidak sinkron dengan data KYC (Know Your Customer) perbankan. Hal inilah yang menjadi batu sandungan utama dalam proses pencairan bansos.
Kasus Darsinih: Contoh Nyata Permasalahan Data
Sebagai ilustrasi, Selly mencontohkan kasus seorang penerima bansos bernama Darsinih. Dalam KTP dan DTSN, namanya tercantum lengkap sebagai Darsinih. Namun, di data KYC bank, namanya hanya tercatat sebagai Darsini, tanpa huruf ‘h’ di akhir.
Meskipun NIK, alamat, dan nama orang tua sama persis, pencairan bansos Darsinih tetap terhambat. Ketidaksesuaian data sekecil ini berdampak besar bagi penerima bansos yang membutuhkan dana tersebut segera.
Peran PPATK dan Kemensos dalam Transparansi Data
Sebelumnya, PPATK dan Kemensos telah mengungkapkan adanya lebih dari 10 juta penerima bansos senilai Rp2 triliun yang diduga terkait dengan judi online. Kedua lembaga ini menduga rekening bansos digunakan untuk deposit judi online.
Selly menekankan pentingnya transparansi data dari Kemensos dan PPATK. Hal ini untuk mencegah stigmatisasi terhadap penerima bansos yang mayoritas berasal dari kalangan pra-sejahtera. Data yang akurat dan transparan akan membantu mencegah kesalahpahaman dan memastikan bansos tepat sasaran.
Advokasi dan Solusi untuk Permasalahan Data
Saat ini, sudah ada upaya advokasi dari pekerja sosial untuk membantu penerima bansos yang terkendala pencairan. Namun, upaya ini masih belum cukup untuk mengatasi masalah secara menyeluruh.
Selly mendesak adanya perbaikan sistem integrasi data antar lembaga. Integrasi yang baik antara DTSN dengan administrasi kependudukan dan KYC perbankan akan meminimalisir ketidaksesuaian data dan memperlancar pencairan bansos. Ketidaktepatan data ini menyebabkan penumpukan bantuan sosial yang seharusnya segera dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan.
Integrasi data yang efektif akan mencegah kasus seperti yang dialami Darsinih dan penerima bansos lainnya. Proses pencairan bansos akan menjadi lebih efisien dan tepat sasaran. DPR, menurut Selly, akan terus berjuang untuk memperjuangkan hak masyarakat kecil agar mendapatkan bansos dengan lancar. Perbaikan sistem dan transparansi data merupakan kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini. Semoga ke depan, penyaluran bansos bisa berjalan lebih efektif dan tidak lagi menyulitkan masyarakat yang membutuhkan.




