Profesor Harry Truman Simanjuntak, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, mengungkapkan lima kejanggalan dalam revisi Buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Kejanggalan ini membuatnya mengundurkan diri dari Tim Penulisan Ulang Sejarah Indonesia di bawah Kementerian Kebudayaan.
Meskipun awalnya antusias terlibat dalam pembaruan data dan perspektif sejarah, Truman menemukan beberapa masalah signifikan selama proses penulisan. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan proyek tersebut.
Kejanggalan Waktu dan Proses Penulisan
Kejanggalan pertama terkait tenggat waktu yang terlalu singkat. Buku ditargetkan selesai Juni 2025, namun rapat persiapan baru dimulai akhir November 2024.
Rapat konsepsi pun baru Januari 2025. Truman, yang berpengalaman menerbitkan buku, mengatakan proses penulisan biasanya membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun.
Ia mencontohkan buku Indonesia Dalam Arus Sejarah (IDAS) yang membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk penyelesaiannya. Hal ini menimbulkan keraguan akan kualitas hasil penulisan jika dilakukan dalam waktu yang sangat mepet.
Kekhawatiran Terhadap Pengaruh Penguasa
Kejanggalan kedua menyangkut konsepsi penulisan buku yang disusun oleh editor umum atas arahan penguasa.
Truman khawatir hal ini akan mengakibatkan sejarah yang ditulis disesuaikan dengan keinginan penguasa, bukan berdasarkan fakta murni. Ia menekankan pentingnya seminar dan masukan dari berbagai ahli untuk menyusun konsepsi yang lebih objektif.
Sayangnya, proses penyusunan konsepsi SNI minim melibatkan diskusi dan seminar para ahli. Hanya beberapa rapat dan perekrutan pakar yang dilakukan.
Outline Prasejarah yang Dipertanyakan
Kejanggalan ketiga berhubungan dengan penyampaian *outline* jilid prasejarah yang sudah jadi, bukan disusun oleh sejarawan.
Truman menilai hal ini sebagai keanehan, karena *outline* seharusnya disusun oleh ahli di bidangnya. Ia bahkan menganggap *outline* tersebut merupakan kemunduran dalam penulisan sejarah.
Perubahan Terminologi dan Narasi Indonesia-Sentris
Kejanggalan keempat meliputi kesalahan substansi, struktur, dan alur pikir pemaparan, termasuk pemaksaan perubahan terminologi “prasejarah” menjadi “sejarah awal”.
Istilah “prasejarah” telah digunakan secara internasional selama lebih dari 200 tahun dan sudah umum digunakan dalam penulisan sejarah nasional Indonesia sebelumnya.
Perubahan ini dinilai tidak memiliki penjelasan yang jelas dan menimbulkan pertanyaan besar tentang proses penyusunan buku.
Kejanggalan terakhir adalah penggunaan narasi Indonesia-sentris yang dinilai terlalu glorifikatif dan kurang objektif. Truman menegaskan bahwa keilmuan harus didasarkan pada objektivitas dan rasionalitas, bukan hanya pada keinginan untuk menampilkan Indonesia sebagai negara yang hebat.
Konteks Penulisan Ulang Sejarah Nasional
Kementerian Kebudayaan bermaksud menghapus bias kolonial, memperkuat identitas nasional, dan menjawab tantangan globalisasi lewat penulisan ulang sejarah ini.
Buku SNI direncanakan terdiri dari 10 jilid, mencakup berbagai periode sejarah Indonesia, dari awal peradaban hingga era Reformasi. Tim penulis melibatkan 113 sejarawan dari seluruh Indonesia.
Editor umum, Profesor Singgih Tri Sulistiyono, menjelaskan alasan penggunaan istilah “sejarah awal” sebagai upaya untuk menghindari bias kolonial yang terkandung dalam istilah “prasejarah”.
Ia berpendapat istilah “prasejarah” menyiratkan inferioritas masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan, padahal teknologi masyarakat Indonesia saat itu sudah maju.
Singgih juga menambahkan bahwa paradigma “sejarah awal” bukanlah hal baru dan telah dirintis oleh sejarawan Jacob Cornelis van Leur.
Kesimpulannya, proyek penulisan ulang sejarah nasional ini masih menuai kontroversi. Kejanggalan yang diungkap oleh Profesor Truman menunjukkan pentingnya proses penulisan sejarah yang transparan, objektif, dan didasarkan pada riset yang komprehensif dan melibatkan para ahli di bidangnya. Proses yang terburu-buru dan kurang melibatkan para ahli berpotensi menghasilkan karya yang kurang akurat dan bahkan menyesatkan.